Kisah ini terjadi pada diri seorang muslim yang berusia lebih dari lima puluh
tahun. Ia telah meraih gelar Dokter spesialis di laboratorium. Ia tumbuh
se-bagai seorang peneliti medis swasta.
Ia mempunyai seorang istri dan
anak-anak yang sebagian belajar di Universitas.
Antara ia dan istrinya
terdapat beberapa problem sebagaimana banyak terjadi di mayoritas rumah tangga.
Problem ini semakin ruwet hingga si istri meminta untuk kembali ke negara
asalnya. Ini menunjukkan si dokter bukanlah penduduk asli negara yang sedang ia
tempati. Lantas istri dan beberapa anaknya berangkat menuju negara asal dan
tinggallah hanya ia dan anak sulungnya yang selalu mengunjunginya. Beberapa
famili menasehatinya agar menikah dengan wanita lain, namun ia menolak dengan
harapan istri dan anak-anaknya masih mau kembali kepadanya.
Beberapa
waktu setelah ditinggalkan keluarga, ia merasa kehidupan dunia semakin sempit,
sehingga setan berupaya menggoda agar ia mengakhiri kegelisahan hidupnya dengan
bunuh diri. Ia telah mencobanya berkali-kali dengan cara menelan obat berdosis
tinggi, namun tidak ada yang berhasil. Karena setiap kali ia menelan obat
tersebut, orang-orang yang ada di sekitarnya berusaha menyelamatkannya dengan
melarikannya ke rumah sakit dan dilakukan pencucian lambung kemudian ia keluar
dengan kehidupan baru.
Demikianlah terjadi beberapa kali. Lelaki ini
telah mengalami gangguan mental yang memaksanya untuk tinggal di rumah sakit
jiwa selama sebulan.
Ia keluar dari rumak sakit dengan membawa makna
hidup dan cita-cita yang tinggi serta semangat kerja yang baru. Keinginan untuk
bunuh diri telah pupus dari pikirannya. Ia kembali melaksanakan tugas rutinnya
di laboratorium dan kembali hidup secara normal.
Delapan bulan kemudian,
lelaki ini menelepon abang kandungnya yang bertempat tinggal lebih kurang 400 km
dari rumahnya. Abangnya mengira bahwa adik-nya tersebut meneleponnya sebagaimana
biasa, yaitu hanya untuk mengetahui kabarnya agar ia tenang. Tetapi ternyata
menyampaikan tekadnya bahwa dalam waktu dekat akan pergi ke tempat istri dan
anak-anaknya. Dalam pembicaraan tersebut ia menyampaikan beberapa maklumat
pribadi seperti tabungannya di bank, nomor pin kartu ATM, tempat tinggal pribadi
dan lain-lain. Hal ini membuat abangnya heran dan merasa bahwa ini merupakan
ucapan perpisahan terakhir, seakan-akan ia akan pergi yang takkan kembali.
Pada hari berikutnya, yaitu pada hari kamis tanggal 21 Dzulqa'dah 1214
H, ia keluar untuk melaksanakan tugas pada jam lima sore. Ia memberitahukan anak
sulungnya yang berusia 20 tahun agar ikut ke laboratorium setengah jam lagi.
Lokasi laboratorim dekat dari rumahnya. Si anak pergi ke laboratorium
sebagaimana yang diminta oleh ayahnya dan ia dapati ayahnya sedang duduk di
ruangan kantor khusus yang ada di laboratorium tersebut. beberapa menit kemudian
si ayah berkata kepada si anak, "Kamu tunggu dulu di sini, ayah mau pergi ke
toilet." Toilet tersebut terletak sekitar 10 m dari kantornya.
Si anak
duduk menunggu ayahnya kembali. Setelah beberapa menit menunggu, ia melihat asap
yang berasal dari jalan menuju toilet lantas ia bangkit dan segera menuju sumber
asap tersebut. Ternyata asap berasal dari toilet. Karena asap semakin tebal, ia
tidak dapat mencapai toilet, lalu ia menghubungi regu pemadam kebakaran dan
tempat tidak jauh dari laboratorium.
Beberapa menit kemudian mereka
sampai ke laboratorium dan regu pemadam kebakaran langsung melaksanakan
tugasnya. Mereka mendobrak pintu toilet dan menemui lelaki tersebut yang telah
hangus terbakar api.
Adapun kondisi toilet, beberapa keramiknya (terbuat
dari porselin) jatuh disebabkan hawa yang sangat panas, namun tidak ada yang
terbakar kecuali sebagian pintu saja. Di sudut toilet mereka menemui jerigen
yang sebagiannya telah terbakar dan di dalamnya ada sedikit bensin. Dari sini
mereka semua tahu bahwa lelaki tersebut telah membakar dirinya sendiri dengan
bensin untuk melepaskan diri dari kegelisahan hidup dan terhindar dari berbagai
kesusahan dan kesengsaraan.
Demikianlah, ternyata kegelisahan hidupnya
itu terus membayang-bayangi dirinya untuk berupaya bunuh diri. Kali ini ia
berhasil melakukan bunuh diri dengan cara yang paling buruk. Apakah dengan
meninggalkan dunia seperti itu ia akan menemui kese-nangan dan ketenangan?
Apakah ia dapat mengakhiri kesusahan dan kegelisahannya?
Tidak dan
seribu kali tidak! Bahkan ia telah menjerumuskan dirinya ke dalam kegelisahan
dan kesengsaraan yang abadi. Api neraka tidak akan pernah padam. Semoga Allah
SWT memberi kita keselamatan dan kesehatan.
(SUMBER: SERIAL KISAH
TELADAN karya Muhammad Shalih al-Qahthani seperti yang dinukilnya dari situs
Mausu'atul Qishash al-Waqi'iyah, Penerbit DARUL HAQ, telp.021-4701616)
0 comments:
Post a Comment
Selalu indah dengan kata-kata yang indah pula