[BAHAYA] Sebab dan Akibat Mencela Para Ulama

Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan bermunculannya orang-orang yang mencela dan mencaci ulama. Mereka terdiri dari berbagai golongan, yang terbanyak adalah kaum yang mendakwakan dirinya sebagai pemurni agama dan mujahidin akhir zaman. Tidak jelas bagaimana yang mereka maksudkan dengan membela agama sementara mencaci para ulamanya. Terlebih sangat sulit dipahami bila mereka menamakan dirinya mujahidin tapi yang menjadi targetnya adalah para ulama, pewaris ambiya.

Terlepas dari apa maksud dan tujuan mencaci ulama, inilah beberapa akibat dari menghina ulama:

1. Menghina ulama akan menyebabkan rusaknya agama

Berkata Al-Imam Ath-Thahawi –rahimahullah- : “Ulama salaf dari kalangan ulama terdahulu, demikian pula para tabi’in, harus disebut dengan kebaikan. Maka siapa yang menyebut mereka dengan selain kebaikan maka dia berada di atas kesesatan”

Berkata Al-Imam Ibnul Mubarak –rahimahullah- : “Siapa yang melecehkan ulama, akan hilang akhiratnya. Siapa yang melecehkan umara’ (pemerintah), akan hilang dunianya. Siapa yang melecehkan teman-temannya, akan hilang kehormatannya.” Dan mencela ulama termasuk diantara dosa-dosa besar.

2. Orang yang menghina ulama sama artinya dia mengumumkan perang kepada Allah.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang wali Allah yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari -rahimahullah- dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ – …رواه البخاري

Dari Abu Hurairah ”Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman: ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya… [HR. Al Bukhari]

Dan para ulama, mereka adalah termasuk wali-wali Allah.

3. Orang yang menghina ulama sengaja mencampakkan dirinya untuk terkena do’a dari seorang alim yang terzhalimi

Hal ini sebagaimana kisah salah seorang Shahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqash –radhiyallahu ‘anhu- dan beliau termasuk salah seorang dari 10 Shahabat yang dijamin dengan Surga.

4. Orang yang mencibir para ulama maka ia akan dijerumuskan kepada apa yang ia tuduhkan kepada ulama itu.

Berkata Ibrahim An-Nakha-i –rahimahullah- “Aku mendapati dalam jiwaku keinginan untuk membicarakan aib seseorang; akan tetapi yang mencegahku dari membicarakannya adalah aku khawatir jika aib orang itu ternyata menimpa diriku”

5. Orang yang merasa lezat dengan meng-ghibah para ulama maka ia akan diberikan su-ul khatimah (akhir kehidupan yang jelek), Na'uzubillah!

Al-Qadhi Az-Zubaidi, ketika dia meninggal dunia lisannya berubah menjadi hitam, hal ini dikarenakan dia suka mencibir Al-Imam An-Nawawi

6. Daging para ulama itu beracun

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah- : “Daging para ulama itu beracun. Siapa yang menciumnya maka ia akan sakit. Siapa yang memakannya maka ia akan mati.”

7. Mencela ulama merupakan sebab terbesar bagi seseorang untuk terhalangi daripada mengambil faidah dari ilmu para ulama.

Berkata Al-Imam Hasan Al-Bashri –rahimahullah- : “Dunia itu seluruhnya gelap, kecuali majelis-majelisnya para ulama.”

8. Dengan dicelanya ulama akan mengakibatkan ulama dijauhkan dari medan dakwah

Sebagaimana hal ini datang dari kalangan harakah (orang-orang pergerakan), mereka memisahkan antara ulama dengan da’i. Mereka menyangka –dengan persangkaan mereka yang bathil- bahwa ulama itu hanya bisa duduk di kursi dan menyampaikan ilmu, akan tetapi mereka tidak memahami realita (fiqhul waqi’). Sedangkan yang memahami waqi’ adalah para da’i yang terjun langsung ke medan dakwah. Sehingga para ulama itu tidak bisa dijadikan rujukan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa kekinian, dan yang dijadikan rujukan adalah orang-orang yang mereka anggap sebagai da’i.

Sebab-sebab seseorang mencela ulama

1. Belajar sendiri (otodidak) atau hanya berguru kepada kitab tanpa mau duduk di majlis para ulama

Diantara dampak buruk dari otodidak adalah :
  • Orang ini akan mengukur dengan keadaan dirinya sendiri, sehingga dengan mudahnya dia memandang dirinya sebagai orang alim
  • Orang ini akan kehilangan suri tauladan dalam adab dan akhlaq
Dahulu para salaf melarang orang yang belajar secara otodidak untuk berfatwa.

Al-Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- berkata : “Siapa yang bertafaqquh dari perut-perut kitab, maka ia akan menyia-nyiakan hukum.” Kemudian beliau bersya’ir :
Siapa yang mengambil ilmu langsung dari guru, maka dia akan terhindar dari kesesatan
Siapa yang mengambil ilmu dari buku-buku, maka ilmunya di sisi para ulama seperti tidak ada
2. Terlalu tergesa-gesa untuk menjadi da’i sebelum menghasilkan batasan paling rendah dari ilmu dengan alasan untuk berdakwah

Termasuk aib, jika seorang yang memposisikan dirinya sebagai da’i /Ustadz dan dia mengajar ke sana dan ke sini akan tetapi dia tidak bisa berbahasa arab.

Umar bin Khaththab –radhiyallohu ‘anhu- : Bertafaqquhlah kalian sebelum kalian diangkat menjadi pemimpin.

Imam Asy-Syathibi –rahimahullah- berkata : Orang yang masih rendah ilmunya dan memposisikan dirinya sebagai ulama maka ia akan terluput dari kebaikan yang sangat banyak.

Dan mengambil ilmu dari orang-orang yang rendah ilmunya akan menjadikan orang-orang awam menyangka bahwa orang itu adalah ulama. Sehingga memalingkan mereka dari ulama yang sesungguhnya.

3. Sifat sok tahu

Orang yang sok tahu dan merasa pintar, maka engkau akan dapati mereka adalah orang-orang yang dangkal ilmunya akan tetapi memposisikan diri mereka seperti ulama, maka mereka itu akan ditimpa oleh penyakit ujub (bangga kepada dirinya sendiri).

Berkata Mu’awiyah bin Abi Sufyan –radhiyallahu ‘anhuma- : Orang yang paling tertipu adalah orang para qari’ (pembaca al-qur’an) akan tetapi ia tidak faham apa yang terkandung di dalamnya. Kemudian dia mengajar anak-anak dan wanita , yang dengan itu dia merasa besar kemudian berani mendebat para ulama.

4. Terpengaruh oleh kebebasan berpendapat gaya barat. Sehingga menganggap setiap orang boleh berbicara tentang agama menurut akal mereka walaupun tanpa ilmu.

Sebagaimana hal ini banyak kita lihat dan saksikan pada zaman kita ini. Di mana orang yang paling awam tentang agama berbicara dengan sebebas-bebasnya tentang agama ini, mengatakan seenaknya tentang kitab Allah dan Sunnah NabiNya.

Disebutkan dalam hadits, tentang tahun-tahun yang menipu dan munculnya para ruwaibidhah:

5. Fanatik Hizbi/Fanatik Golongan

Kebanyakan orang yang suka mencaci ulama adalah karena tidak memahami arti suatu perbedaan dan cenderung fanatik kepada kelompoknya sehingga dengan gampang menyalahkan kelompok lain. Kaum seperti ini telah ada bahkan semenjak Rasulullah SAW dan sahabat ra.

6. Tidak adanya ketelitian dalam menukil dan menyampaikan khabar tentang ulama

Beberapa adab yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu terhadap para ulama. Diantaranya:

1. Ketahuilah bahwa ulama itu seperti bintang, dan salah satu fungsi bintang adalah sebagai penunjuk jalan.

Kita menjadikan ulama sebagai penunjuk jalan kita kepada kebenaran dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika kebenaran telah jelas dihadapan kita maka tidak boleh kita berpaling dari kebenaran itu dengan beralasan pada perkataan siapapun. Karena perkataan ulama yang menyelisihi dalil maka perkataan tersebut tertolak dan tidak dianggap. Meskipun demikian kita tetap menghormati mereka sebagai ulama dan memaklumi kekeliruan mereka.

Dikatakan, bahwa wafatnya para ulama adalah sebuah lubang yang tidak dapat ditambal, ibarat sebuah bintang yang jatuh.

2. Ulama adalah manusia biasa yang tidak ma’shum, terkadang benar dan terkadang salah.

Ini adalah madzhab ahlussunnah wal jama’ah, tidak seperti orang-orang syi’ah yang mengatakan bahwa para imam mereka adalah ma’shum.

3. Menghargai pendapat mereka, dengan tidak mengambil pendapat mereka yang salah atau keliru dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka. Karena kesalahan mereka jika dibandingkan dengan kebaikan yang telah mereka perbuat maka kesalahan itu tidak ada apa-apanya.

4. Menjaga kehormatan ulama, dengan tidak menyebutkan tentang mereka kecuali dengan kebaikan dan berusaha menutupi aib mereka.
---
عن أبي الدرداء قال: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: وَ إِنَّ اْلعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَ إِنَّ اْلأَنْبِيَاءَلَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَ لاَ دِرْهَمًا وَ إِنَّمَا وَرَّثُوْا اْلعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Dari Abu ad-Darda’ berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dan sesungghnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan uang dinar dan tidak juga dirham. Mereka itu hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil peruntungan yang sangat banyak”. [HR Abu Dawud: 3641, 3642, at-Turmudziy: 2683, Ibnu Majah: 223, Ahmad: V/ 196 dan Ibnu Hibban]
 
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ اْلعُلَمَاءُ

“Yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya itu hanyalah ulama”. [QS Fathir/ 35: 28].


Itulah diantara sebab dan akibat dari suka mencela ulama. Semoga kita terjauh dari perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri di dunia dan akhirat. Dan semoga kita termasuk orang yang mencintai ulama.
Share on Google Plus

About Ari Munanzar

0 comments:

Post a Comment

Selalu indah dengan kata-kata yang indah pula