“Jiwaku gundah dan batinku gelisah saat aku tahu bahwa manusia pada masaku tidak begitu perduli tentang sejarah Rasulullah saw.”,
itulah ungkapan suara hati seorang guru besar sejarah Islam di Mesir
dalam kitabnya yang terkenal; Nur al-Yaqin. Sejarah adalah guru yang
sangat bijaksana, dengan sejarah seorang pengecut bisa menjadi
pemberani, seorang fasiq berubah menjadi `abid, seorang pesimis menjadi
optimis. Sejarah adalah pintu gerbang masa depan, karena darinya kita
bisa mengambil pelajaran untuk menentukan langkah yang akan kita tempuh.
Bukankah hal yang kita alami telah dialami oleh orang-orang yang hidup
sebelum kita? Bukankah saat menjadi tempat curahan hati seorang teman,
kita menggambarkan kepadanya kisah-kisah orang yang berhasil melewati
rintangan seperti yang sedang dihadapi oleh teman kita? Adakah akal yang
menerima sebuah tamsilan yang belum terjadi? Lebih lanjut, akankah anda
mengambil seseorang sebagai pujaan hati, pendamping hidup, pelipur lara
orang yang tidak anda kenal? tidak anda tahu latang belakangnya, tidak
anda kenal silsilah keturunannya? Semoga dengan membaca sejarah
Rasulullah kita akan mencintai Rasulullah sebagai mana seharusnya kita
mencintai beliau. Tak kenal maka tak sayang.
Masa Kelahiran
Sejarawan telah sepakat bahwa 14 abad yang lalu, di semenanjung jazirah
arab tepatnya di sebuah kota yang bernama Mekkah dan dikemudian hari
menjadi kota paling terkenal di dunia, lahir seorang bayi yang kelak
membawa perubahan peradaban manusia. Bayi tersebut bernama Muhammad. Ia
tidak terlahir dari golongan hartawan yang bergelimpangan harta, namun
tak dipungkiri keluarganya adalah orang-orang yang punya kedudukan
tinggi dan disegani, baik dari silsilah ayah atau ibu. Muhammad lahir di
waktu subuh yakni tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun gajah tepatnya 20 atau
22 April 570 M. Peristiwa kelahiran sang bintang dipenuhi oleh
kejadian-kejadian luar biasa. Mulai dari padamnya api abadi di kerajaan
Persia (Iran) yang tak pernah padam selama 1000 tahun. Api ini adalah
sesembahan orang-orang Persia.
Berhala-berhala di sekitar Ka’bah juga berjatuhan dengan sendirinya.
Termasuk aksi penyerangan pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka’bah
yang dipimpin oleh Abrahah, raja Habsyi (Etopia). Tetapi tentara yang
masuk dalam pasukan expedisi penyerangan lebih duluan dibuat porak
poranda oleh burung Ababil yang dikirim oleh Allah. Peristiwa ini
terjadi sekitar 50 hari sebelum kelahiran nabi dan peristiwa ini pula
yang menjadi latar belakang penamaan tahun kelahiran nabi dengan tahun
gajah. Persalinan untuk Muhammad terjadi di rumah Abu Thalib tepatnya
berada di perkampungan orang-orang Bani Hasyim. Yang bertindak sebagai
bidan adalah Ummu Abdurrahman Ibnu ‘Auf. Semasa persalinan ia ditemani
Asiah dan Siti Maryam. Ini sebagai isyarah bahwa sang bayi akan menjadi
orang termulia di satu saat bahkan melebihi Nabi Isa dan Nabi Musa.
Setelah Muhammad lahir, ibunya Siti Aminah mengirimkan berita kepada
sang kakek yaitu Abdul Mutallib. Saat mendengar berita tentang kelahiran
sang cucu, Abdul Mutallib bergegas menuju ke rumah Abu Thalib dengan
perasaan meledak ledak penuh kegembiraan. Pada hari ke 7 kelahiran, di
kaki Ka’bah, Abdul Mutallib memberi nama sang cucu dengan nama Muhammad.
Nama itu terasa asing di kalangan orang-orang arab karena belum ada
seorang pun yang memberi nama tersebut kepada anak-anaknya. Abdul
Mutallib mendapatkan ilham dari Allah perihal nama yang akan ditabalkan
kepada sang cucu.
Masa Kanak-kanak
Saat terlahir ke dunia, Muhammad tidak lagi bisa rasakan belaian kasih
sayang ayahanda sebagaimana anak-anak yang lain karena ayah tercinta
telah berpulang kerahmatullah ketika itu baginda nabi masih dalam
dekapan rahim ibunda tercinta. Sehingga tibanya Muhammad lahir kemuka
bumi ini.
Sudah menjadi tradisi orang-orang Arab kota Mekkah saat itu menitipkan
bayi-bayi mereka kepada para wanita yang berdatangan dari pedalaman.
Dalam upaya agar bayi-bayi tersebut dapat menghirup udara bersih, bisa
berbicara dalam bahasa arab fasih dan kelak menjadi manusia mulia dan
tangguh. Pada saat bayi Muhammad dipercayakan untuk diasuh
Halimatussa’diah, isteri Abu Kabsyah. Luar biasa… baginda memang pembawa
rahmat untuk semesta alam, hal tersebut telah nampak semenjak masih
bayi. Banyak kejadian istimewa yang dialami Halimatussa’diah serta
keluarganya saat memutuskan mengasuh Muhammad. Di antaranya; Keledai
kurus, lemah dan pincang yang semula ditunggangi saat berangkat dari
rumah tiba-tiba berubah menjadi kuat dan cepat langkahnya hingga
meninggalkan rombongan lain yang lebih duluan pulang. Ladang tempat
bercocok tanam yang semula gersang setelah dilanda kemarau kembali
subur. Unta betina yang telah beberapa hari tidak mengeluarkan susu
kembali menghasilkan susu.
Semenjak itu Muhammad hidup rukun bersama saudara susuannya. Perhatian
dan kasih sayang yang didapatkan Muhammad begitu besar. Bahkan
Halimatussa’diah tidak membedakan antara Muhammad dengan anak
kandungnya sendiri. Halimatussa’diah beserta keluarga tak kuasa berpisah
dengan Muhammad. Maka setelah muhammad berusia 2 tahun, Halimah minta
izin kepada ibu kandung Nabi agar diperbolehkan mengasuh 2 atau 3 tahun
lagi. Semenjak mengasuh Muhammad, hidup Halimah dan keluarganya selalu
dipenuhi berkah dan rahmat Allah. Mereka sangat bahagia, namun
kebahagiaan yang telah terciptakan tiba-tiba terusik sebuah peristiwa
maha dahsyat subhanallah, ketika sedang mengembala kambing bersama
saudara susuannya, datanglah 2 malaikat yang menjelma sebagai laki-laki
berbaju putih menghadang, menangkap lalu membaringkan Muhammad.
Saudaranya yang melihat kejadian tersebut sangat khawatir, kemudian
tersebut membelah dada Muhammad dan membuang tempat bercokolnya syetan.
Lalu mereka membersihkannya dengan air zamzam. Setelah selesai, dengan
izin Allah, dada Muhammad kembali dilekatkan seperti semula.
Operasi paling sempurna yang tidak meninggalkan bekas. Mulai saat itulah
Halimah sekeluarga sangat khawatir tentang keberadaan Muhammad
disisinya, Karena itu Mereka selalu mengawasi dan berada di dekat
Muhammad. Tidak lama setelah peristiwa tersebut, Halimah mengantar
kembali Muhammad kepada Siti Aminah. Mulai saat itu Muhammad tinggal
bersama ibu kandung sendiri. Setahun kemudian, sang bunda mengajak
Muhammad ke Madinah untuk diperkenalkan kepada keluarga dari pihak ibu
yakni Bani najjar sekaligus menziarahi kuburan ayahandanya. Dalam
perjalan Mereka ditemani Ummu Ayman budak yang ditinggalkan
ayahandanya. Setelah menetap di sana sekitar satu bulan, mereka kembali
lagi ke Mekkah. Namun dalam perjalanan pulang, di suatu kampung yang
bernama Abwa (sekitar 23 mil di selatan Madinah), sang bunda jatuh sakit
dan akhirnya menghadap Yang maha Kuasa. Sungguh tak terbayang kesedihan
yang dirasa seorang anak kecil yang bernama Muhammad. Belum lama beliau
rasakan kasih sayang ibunda, tiba-tiba sang bunda tercinta juga pergi
untuk selama-lamanya. Kini Muhammad telah menjadi yatim dan piatu.
Cobaan yang begitu berat menimpa Muhammad sebagai anak yang beusia 6
tahun, inilah warna kesedihan yang menimpa Muhammad yang hidup penuh
dengan ujian. Setelah ibunda dikuburkan, bagi Muhammad sangat berat
untuk melanjutkan perjalanan kembali menuju Mekkah tapi inilah kenyataan
yang harus dituruti rasulullah dalam upaya bertemu kembali dengan sanak
saudara yang berada di Mekkah, sesampainya Muhammad di Mekkah Abdul
Mutallib sebagai orang tua ayahnya sangat arif dengan keadaan Muhammad
yang sangat memerlukan kasih sayang dan tempat dia mengadu, sudah
sewajarnya dia menjadi penanggung jawab sekaligus pelindung bagi
Muhammad. Sang kakek sangat menyayangi cucunya yang tak lagi punya orang
untuk bermanja. Karena kasih sayang sang kakek sangat besar, kesedihan
Muhammad berangsur-angsur pulih. Namun keadaan itu tidak berlangsung
lama. Dua tahun berselang, saat Muhammad berusia 8 tahun, sang kakek
juga pergi Menghadap Yang Kuasa. Duka yang bertubi-tubi silih berganti
menghampiri Muhammad kecil. Faktor inilah yang membuat Muhammad menjadi
lebih dewasa dari anak seusianya. Setelah Abdul Mutallib meninggal,
Muhammad diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Walau hidup dalam kemiskinan, tapi Abu Talib tidak pilih kasih dalam
mendidik keponakannya. Semasa tinggal bersama sang paman, Muhammad tidak
banyak bertingkah. Melihat kondisi sang paman yang pas pasan, Muhammad
berinisiatif untuk bekerja agar tidak terlalu membebani pamannya.
Muhammad pun menjual jasa mengembala kambing orang-orang kaya di sana
dengan imbalan beberapa keping dinar. Abu Talib pun terkagum kagum
melihat keuletan, ketenangan dalam bertindak dan sifat-sifat terpuji
lain dari Muhammad.
Bersambung.....
0 comments:
Post a Comment
Selalu indah dengan kata-kata yang indah pula