Sejarah peradaban manusia mencatat banyak nama
yang menggoreskan kisah di lembaran-lembaran zaman tentang keahlian
militer yang layak ditiru. Di antara tokoh militer yang paling cemerlang
adalah panglima Islam Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu.
Ia berada di puncak para ahli strategi militer. Kesimpulan itu berangkat
dari kemampuannya menggetarkan benteng-benteng Persia dan Romawi dalam
hitungan tahun yang singkat saja –atas izin Allah-. Padahal dua kerajaan
itu adalah kerajaan adidaya. Karena kepemimpinan militernya, Islam
tersebar di Jazirah Arab, Iraq, dan Syam dengan mulia dan penuh wibawa.
Saking mengerikan dan hebatnya tipu daya
(strategi) Khalid dalam berperang, sampai-sampai Abu Bakar memujinya
dengan ucapan, “Demi Allah, orang-orang Romawi akan lupa dengan tipu
daya setan karena (kedatangan) Khalid bin al-Walid”. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu juga mengatakan, “Para wanita tidak akan mampu lagi melahirkan seseorang seperti Khalid”.
Kaum muslimin mengenalnya dengan sebutan Saifullah
(pedang Allah). Sebutan itu melekat bermula saat Rasulullah menyebutnya
demikian di hari keislamannya, “Engkau adalah pedang di antara
pedang-pedang Allah yang Dia hunuskan kepada orang-orang musyrik”.
Strategi Khalid bin al-Walid di Perang Mu’tah
Di Perang Mu’tah –perang yang terjadi pada tahun 8 H-, 3000 pasukan
Islam dikepung oleh 100.000 pasukan Romawi. Saat itu, tiga panglima
pasukan kaum muslimin gugur di Mu’tah: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi
Thalib, dan Abdullah bin Rawahah radiallahu ‘anhum. Kemudian orang-orang mengangkat Khalid bin al-Walid menjadi panglima.
Sadar dengan jumlah yang tidak sepadan, Khalid membuat taktik mundur
yang begitu rapi. Gerakan mundur yang direncanakan sedemikian rupa
sehingga musuh takut untuk mengejar. Strategi yang unik, mundur dari
medan perang, tapi musuh yang jumlahnya sangat besar, tersusun, dan
bersenjata lengkap malah merasa ketakutan. Sehingga mereka tidak berani
mengejar. Kaum muslimin pun pulang dengan selamat. Bahkan, setelah
peperangan, taktik itu memberikan ketakutan yang membekas. Pasukan
romawi yang sebelumnya meremehkan kaum muslimin, kini melihat mereka
sebagai musuh yang menakutkan.
Peran Besar Menghadapi Orang-Orang Murtad
Setelah Rasulullah ﷺ wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi
pengganti beliau. Di masa itu, terjadi gelombang pemurtadan. Sebagian
kabilah yang dulunya muslim, kemudian keluar dari Islam. Yang dulu,
membayar zakat di zaman Nabi ﷺ, kini tidak lagi menunaikannya. Madinah
mendapat ancaman. Kebijakan berani pun harus diputuskan oleh khalifah
baru.
Abu Bakar menetapkan kebijakan dan sikap tegas atas pelanggaran ini.
Ia mengutus panglima perangnya, Khalid bin al-Walid untuk membungkam
pembangkangan. Melalui keputusan tegas Abu Bakar dan kemampuan militer
Khalid, Allah ﷻ kembalikan kewibawaan kaum muslimin di Jazirah Arab.
Membebaskan Negeri-Negeri Irak
Setelah khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq merampungkan urusan dalam
negeri, mulailah beliau berpikir mengamankan daerah perbatasan.
Khususnya wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Persia dan Romawi.
Karena bukan rahasia lagi, dua kerajaan besar ini tengah mempersiapkan
diri menyerang Daulah Islamyah yang baru tumbuh.
Abu Bakar mengutus panglima-panglima terbaiknya untuk mengamankan
perbatasan. Khalid bin al-Walid membawa pasukan besar yang berjumlah
10.000 orang menuju Irak. Al-Mutsanna bin Haritsah asy-Syaibani menuju
wilayah Hirah. Iyadh bin Ghanam menuju Daumatul Jandal dan kemudian
bergabung ke wilayah Hirah. Dan Said bin al-Ash dengan 7000 pasukan
menuju perbatasan Palestina. Persia dan Romawi pun dibuat sibuk oleh
negara kecil yang berpusat di Madinah itu.
Khalid bin al-Walid berhasil merebut wilayah selatan Irak, kemudian
menaklukkan Hirah. Sementara pasukan Iyadh menghadapi kesulitan melawan
orang-orang Ghasasinah. Khalid pun datang membantu Iyadh. Setelah itu,
ia kembali lagi menuju Irak.
Rencana Menghadapi Romawi di Syam
Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu mengetahui
Heraclius menyiapkan 240.000 pasukan perang untuk menyerang Madinah, ia
sama sekali tak gentar. Abu Bakar tidak merasa ciut sehingga merasa
perlu merendahkan diri dan mengikat perjanjian damai dengan Kaisar
Romawi itu. Ia meresponnya dengan mengumumkan jihad ke seantero Hijaz,
Nejd, dan Yaman. Seruannya pun disambut dari segala penjuru.
Setelah para mujahid datang, Abu Bakar menyiapkan empat brigade
serang menuju Syam. Empat kelompok besar ini dipimpin oleh Yazid bin Abi
Sufyan, Syurahbil bin Hasnah, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan Amr bin
al-Ash. Kabar persiapan pasukan Arab Islam menuju Syam pun didengar oleh
tuan rumah Romawi. Heraclius menyiapkan sambutan untuk tamunya dengan
pasukan yang sangat besar. Lebih dari 120.000 pasukan disiapkan untuk
menghadang pasukan Islam dari segala penjuru. Mengetahui besarnya jumlah
pasukan musuh, panglima-panglima pasukan Islam berunding dan akhirnya
bersepakat meleburkan 4 pasukan menjadi satu kelompok saja. Strategi ini
diamini oleh Abu Bakar.
Strategi kaum muslimin juga direspon Romawi dengan menyatukan pasukan
besarnya di bawah pimpinan Theodoric, saudara Heraclius. Jarak tempuh
dua bulan perjalanan membuat panglima-panglima kaum muslimin ketar-ketir
dengan stamina pasukan mereka. Mereka khawatir jarak tersebut membuat
semangat tempur dan kesabaran pasukan menguap terpapar teriknya matahari
padang pasir. Ditambah lagi materi pasukan musuh yang besar dan
lengkap. Mereka pun meminta bantuan kepada Khalifah Abu Bakar
ash-Shiddiq.
Surat permohonan bantuan tiba di Madinah. Setelah bermusyawarah dan
mengetahui detil keadaan di lapangan, Abu Bakar memandang perlunya
peralihan kepemimpinan pasukan. Perang besar ini butuh seorang pemimpin
yang cerdas strateginya dan berpengalaman. Ia memerintahkan agar Khalid
bin al-Walid yang berada di Irak berangkat menuju Syam. Abu Bakar
perintahkan Khalid membagi dua pasukannya. Setengah ditinggal di Irak
dan setengah lagi berangkat ke Syam. Pasukan Irak, Khalid serahkan kepad
al-Mutsanna bin Haritsah. Kemudian ia bersama pasukan lainnya berangkat
menuju Yarmuk menambah materi pasukan kaum muslimin di sana.
Strategi ini bertujuan agar aktivitas militer di Irak berjalan. Dan pasukan di Syam pun mendapat bantuan.
Menajemen Pasukan Saat Menuju Syam
Khalid menyiapkan batalyon yang kuat. Yang terdiri dari para panglima
pilihan. Seperti: al-Qa’qa’ bin Amr at-Tamimi, Dharar bin al-Khattab,
Dharar bin al-Azwar, Ashim bin Amr, dll. Sampai akhirnya terkumpullha
10.000 pasukan berangkat menuju Syam.
Kecerdasan strategi militer Khalid dalam Perang Yarmuk telah tampak
sejak mula. Terlihat pada caranya memilih jalan menuju lembah Yarmuk. Ia
memilih melewati gurun-gurun yang bergelombang dan memiliki sumber air
yang langka, sehingga pergerakan pasukan tidak mencolok. Kontur tanah
bergelombang menyembunyikan pasukan dari penglihatan. Sementara sumber
air langka membuat orang-orang jarang tinggal atau melewati tempat
tersebut. Sehingga kerahasiaan pasukan bantuan pun tetap terjaga.
Tentunya strategi ini membutuhkan pengenalan detil terhadap kondisi
alam.
Khalid mendiskusikan bagaimana solusi kebutuhan air pasukan dengan
penunjuk jalannya, Rafi’ bin Amirah. Rafi’ menyarankan agar semua
pasukan membawa air sekemampuan mereka masing-masing. Sedangkan
kuda-kuda mereka disiapkan sumber air sendiri. Mereka membawa 20 onta
yang besar. Onta-onta meminum air yang banyak. Kemudian pada saatnya
nanti, mereka disembelih dan dimanfatkan simpanan air di tubuh mereka
untuk kuda-kuda yang kehausan. Sedangkan dagingnya dimakan oleh pasukan.
Khalid memotivasi pasukannya dengan mengatakan, “Kaum muslimin,
jangan biarkan rasa lemah menjalari kalian. Dan rasa takut menguasai
kalian. Ingatlah, pertolongan Allah itu datang tergantung dengan niat.
Dan besarnya pahala itu tergantung pada kadar kesulitan. Seorang muslim
wajib untuk tidak khawatir terhadap sesuatu, selama Allah menolong
mereka.”
Para pasukan menanggapi seruan Khalid, “Wahai Amir, Allah telah
mengumpulkan banyak kebaikan pada dirimu. Lakukanlah strategi yang ada
di benakmu dan berjalanlah bersama kami dengan keberkahan dari Allah”.
Rute perjalanan pasukan Khalid adalah Qarqarah Suwa, Arch, Palmyra,
al-Qaryatayn, Huwwarin, Marj Rahit, Bosra, dan tujuan terakhir Yarmuk.
Pasukan ini berjalan melibas padang pasir di saat malam, pagi, dan
menjelang siang. Karena di waktu-waktu tersebut cuacanya tidak panas.
Selain menghemat energi, cara ini juga menjaga penggunaan air agar tidak
boros.
Strategi Perang Yarmuk
Sebelum tiba di Yarmuk, pasukan Khalid bertemu dengan pasukan Yazid
bin Abi Sufyan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Amr bin al-Ash, dan Syurahbil
bin Hasnah di Ajnadayn. Kemudian para panglima itu berkumpul dan
berdiskusi. Khalid mengatakan, “Jumlah pasukan musuh sekitar 240.000
orang. Sedangkan total pasukan kita 46.000 orang. Namun Alquran yang
mulia mengatakan,
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 249).
Tidak ada sejarahnya, perang dimenangkan semata-mata karena banyaknya
jumlah. Tapi kemenangan itu karena mereka beriman kepada yang
memerintahkannya, lurusnya niat, strategi untuk menang, dan persiapan.”
Setelah memahami gagasan-gagasan panglima yang lain dan mengetahui
bahwa pasukan Romawi bersatu di bawah komando Theodoric, Khalid
memantapkan pilihan menyatukan pasukan muslim di bawah satu komando
pula. Strategi ini juga menutup celah setan untuk memecah belah pasukan
apabila dipimpin oleh banyak pimpinan. Pada hari pertama perang, pasukan
dipimpin oleh Khalid. Hari-hari berikutnya panglima yang lain
bergiliran menjadi pimpinan pasukan.
Tidak diragukan lagi, Khalid sangat mumpuni
dalam mengatur strategi perang. Ia memenangi banyak perang di Jazirah
Arab dan berpengalaman menghadapi negara-negara besar. Kemampuannya
mengeluarkan pasukan dari keadaan kritis juga luar biasa. Dan strategi
perangnya selalu berbuah kemenangan.
Khalid mulai membagi pasukan Arab muslim
menjadi 46 bataliyon. Setiap bataliyon terdiri dari 1000 pasukan dan
dipimpin seseorang yang tangguh di antara mereka. Kemudian ia
mengelompokkan pasukan-pasukan itu di jantung pasukan, sayap kanan, dan
sayap kiri.
Jantung pasukan terdiri dari 15 bataliyon di bawa pimpinan Abu
Ubaidah bin al-Jarrah. Pasukan sayap kanan juga terdiri dari 15
bataliyon yang dipimpin oleh Amr bin al-Ash dan Syurahbil bin Hasnah
sebagai wakilnya. Demikian juga pasukan sayap kiri terdiri dari 15
bataliyon yang dipimpin oleh Yazid bin Abi Sufyan. Satu bataliyon
lainnya berada di garis belakang. Bataliyon ini diizinkan bergerak
bebas, tergantung kondisi perang. Pimpinan bataliyon akhir ini adalah
Ikrimah bin Abi Jahl. Sementara Khalid bin al-Walid berada di jantung
pasukan, memimpin mereka semua dari posisi tersebut. Setelah pasukan
tertata rapi, ia menyemangati mereka untuk berjihad dan bersabar dalam
menghadapi musuh.
Khalid menyusun rencana, memerintahkan pasukannya menunggu Romawi
terlebih dahulu yang memulai peperangan. Ketika kuda-kuda mereka sudah
menyerang garis depan pasukan Islam, Khalid instruksikan agar pasukan
tetap membiarkan mereka leluasa hingga masuk jauh ke dalam sampai garis
belakang pasukan. Di belakang, mereka akan disergap pasukan kavaleri
(pasukan berkuda) kaum muslimin. Keadaan itu akan memecah pasukan
infanteri Romawi dan kavalerinya. Kaum muslimin pun bisa dengan mudah
melibas infanteri Romawi.
Khalid memilih taktik difensif karena di belakang mereka ada Kota
Madinah yang harus dilindungi. Sedangkan orang-orang Romawi lebih
memilih menyerang dahulu karena mereka berada di lembah Yarmuk yang
dikelilingi oleh tiga bukit. Ketika orang-orang Romawi sampai di tempat
itu, kaum muslimin menyeberangi sungai hingga berada di sisi kanannya.
Dan orang-orang Romawi dikepung bukit sementara di hadapan mereka ada
pasukan kaum muslimin.
Saat fajar hari, tanggal 28 Jumadil Ula 13 H, mulailah kaum muslmimin
memprovokasi Romawi. Sesuai rencana Khalid, pasukan berkuda Romawi
memasuki garis depan pasukan Islam. Dan Khalid telah menyiapkan pasukan
berkuda untuk menghadapi mereka. Keadaan berjalan sesuai rencana.
Tentar-tentara Romawi diterkam oleh singa-singa Islam. Mereka lari
kocar-kacir. Ada yang menuju sungai. Ada pula yang memasuki
jurang-jurang. Mereka kian terpojok dan banyak yang tewas terbunuh.
Sedangkan pasukan infanteri Romawi berada dalam keadaan terikat.
Karena takut lari dari perang, pemimpin mereka merantai pasukan pejalan
kaki ini, satu rantai 10 orang. Rantai itu membuat mereka sulit
bergerak. Terlebih saat salah seorang dari mereka terluka atau tewas.
Perang berlangsung selama satu hari. Theodoric kabur dan akhirnya tewas
terjerembab ke dalam jurang.
Kerugian yang didapat kaum muslimin pada perang ini sekitar 3000
pasukan terluka, sedangkan kerugian Romawi tak terhitung. Seorang dari
pasukan Khalid menyatakan bahwa kerugian yang diderita Romawi adalah
8000 orang Romawi tewas terjerembab di parit termasuk di antaranya
Theodoric, saudara Heraclius. Khalid berkata, “Segala puji bagi Allah
yang telah menolong hamba-hamba-Nya yang beriman”.
Sebelumnya, saat perang tengah berkecamuk, datang seorang utusan dari
Madinah yang mengabarkan bahwa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu wafat. Kaum muslimin telah sepakat membaiat Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu
sebagai penggantinya. Utusan itu juga mengabarkan, Khalifah Umar
mengganti Khalid bin al-Walid dengan Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai
panglima utama pasukan. Khalid sengaja merahasiakan kabar ini, khawatir
konsentrasi pasukan terpecah dan mengganggu moral pasukan jika
diberitahu saat perang terjadi. Setelah perang usai, Khalid meletakkan
jabatan dan memberikannya kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah. “Sekarang,
engkaulah panglima besar pasukan. Aku adalah prajuritmu yang bisa
dipercaya. Perintahkanlah aku, aku akan menaati,” kata Khalid kepada Abu
Ubaidah.
Wafatnya Panglima Besar
Nama Khalid bin al-Walid telah terukir dalam sejarah sebagai seorang
panglima besar. Ia turut serta dalam perang-perang yang mengubah
perjalanan sejarah. Mampu menghatam negara adidaya yang sebelumnya tak
terkalahkan. Dan mengangkat martabat Daulah Islamiyah.
Setelah kemenangan di Yarmuk, Khalid memperingatkan Raja Persia,
Kisra, yang juga ingin memerangi Islam. Khalid mengatakan, “Masuk
Islamlah, pasti kau selamat. Jika tidak, sungguh aku akan datang menemui
kalian bersama orang-orang yang mendambakan kematian sebagaimana kalian
mencintai kehidupan”.
Saat membaca surat itu, Kisra merasa ciut. Ia mengirim utusan ke
Kaisar China untuk meminta bantuan. Kaisar China menanggapinya dengan
mengatakan, “Wahai Kisra, tidak ada daya bagiku menghadapi kaum yang
seandainya mereka ingin mencongkel gunung, niscaya mereka bisa
melakukannya. Orang-orang yang takut kepada Allah, maka Allah membuat
segala sesuatu takut kepada mereka”.
Di akhir hayatnya, ia hanya memiliki harta
berupa pedang dan kuda yang ia pakai untuk berjihad di jalan Allah. Saat
itu ia menangis, “Inilah keadaanku, akan wafat di atas kasurku. Padahal
tidak satu jengkal pun di tubuhku kecuali terdapat bekas sabetan
pedang, atau tusukan tombak, atau luka bekas anak panah yang menancap di
jalan Allah. Aku mati seperti seekor hewan. Padahal aku berharap mati
syahid di jalan Allah. Karena itu, jangan tidur mata-mata yang penakut”.
Benarlah firman Allah ﷻ,
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا
بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada
orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah;
maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula)
yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS:Al-Ahzab |
Ayat: 23).
Daftar Pustaka:
– al-Qushair, Abdul Aziz bin Abdullah. 2013. al-‘Abdqariyah al-‘Askariyah fi Syakhshiyati Khalid bin al-Walid.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
0 comments:
Post a Comment
Selalu indah dengan kata-kata yang indah pula